Sabtu, 16 Maret 2013

Singapura, Tuan Rumah Kongres Jajanan Kaki Lima


TEMPO.CO, Jakarta - Membayangkan jajanan kaki lima dari seluruh penjuru dunia berkumpul, tentu sudah membuat air liur menetes. Di Marina Bay, Singapura, tepatnya di Pit Building dan Paddock F1, semuanya akan terwujud pada 31 Mei-9 Juni 2013.
"Makan adalah budaya," ujar KF Seetoh, pencetus ide The World Street Food Congress, dalam keterangan pers di Eat & Eat Gandaria City, Kamis, 14 Maret 2013. "Di sana, semua orang bisa makan, berpikir, berbagi, dan membuka jaringan."
Selama 10 hari, pengunjung bisa mengikuti World Street Food Jamboree, World Street Food Dialogues, dan World Street Food Award. Tercatat ada 40 kaki lima pilihan dari 10 negara yang akan bergabung di Marina Bay, termasuk empat dari Indonesia.
"Pilihan dari Indonesia jatuh ke kerak telor, masakan kawanua, dan soto tangkar," ujar Arie Parikesit, pendiri Kelana Rasa. "Satu lagi belum dipilih."
Arie bersama pakar kuliner Bondan Winarno, pemilik jaringan Eat & Eat Iwan Tjandra, dan William Wongso, menuturkan mereka cukup kesulitan untuk menentukan wakil dari Nusantara. Sebab, di Kongres itu, para wakil tidak hanya menyajikan masakan saja. Mereka juga berjualan. "Sehingga cita rasa, kualitas, dan tentunya nama Indonesia menjadi taruhannya."
Kata Bondan, keikutsertaan Indonesia di kongres ini hanya sebuah pembukaan untuk mengenalkan masakan Nusantara ke internasional. Sebab, jika empat masakan itu berhasil, akan lebih banyak orang mengenal dan merasakan jajanan Indonesia.
Untuk memilih empat perwakilan jajan kaki lima ini, ada sejumlah kriteria. Pertama, si penjual harus berangkat dari jalanan. Artinya, benar-benar berawal dari gerobak atau pikulan. Dengan demikian, jajanan yang dijual memiliki sejarah. "Ada hype dan story telling dari makanan dan penjualnya," kata Bondan.
Masakan pun harus mewakili Indonesia dengan keotentikannya. Dan terakhir, jajan mesti mempunyai rasa dan penampilan yang sesuai dengan cita rasa masyarakat global, khususnya Singapura sebagai tempat penyelenggara.
Seetoh menambahkan, kongres yang pertama kali ini diadakan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat pedagang kaki lima. Rata-rata pedagang kaki lima bukan profesional dalam mengelola usaha hingga menjadi bisnis besar. "Mereka awam soal kebersihan hingga manajemen usaha," kata Seetoh. "Padahal, peluangnya sangat besar."
Pengelola jejaring budaya makan Asia, Makan Sutra, ini sudah memimpikan kongres jajanan kaki lima sejak 15 tahun lalu. Ia pun mendedikasikan waktu selama dua tahun terakhir untuk berkeliling dunia, mengajak penjual jajanan jalanan terbaik agar mau terlibat dalam acara urusan lidah dan perut terbesar ini. "Semuanya untuk menyelamatkan, menjadikan profesional, dan membuka peluang jajanan kaki lima," ujarnya.
Bondan sendiri menyatakan jajanan jalanan tak boleh mati. Namun, diperlukan ada campur tangan semua orang agar makanan ini tidak terpinggirkan atau punah. "Jajanan kaki lima itu perlu diubah dan diangkat derajatnya," kata dia.

Tidak ada komentar: